Fungsi, Sifat, Tipe, dan Prinsip Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Pengertian PajakDefinisi Pajak menurut Prof. DR. Rohcmat Soemitro, SH :
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum. (Mardiasmo, 2003:1)
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur :
- Iuran dari rakyat kepada negara.
- Berdasarkan undang-undang.
- Tanpa jasa timbal balik dari negara secara langsung yang dapat ditunjuk.
- Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Fungsi Pajak bagi Negara dan Masyarakat
Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara, khususnya pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan negara dalam membiayai seluruh pengeluaran yang dibutuhkan, termasuk pengeluaran untuk pembangunan. Sehingga pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya. Sehingga fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara.
2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)
Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain :
- Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
- Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti: pajak ekspor barang.
- Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian agar semakin produktif.
Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.
4. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian, seperti: untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.
Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum dijumpai di berbagai negara. Untuk Indonesia saat ini pemerintah lebih menitik beratkan kepada 2 fungsi pajak yang pertama. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak, sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penyuluhan, pelayanan, serta pengawasan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
Artikel ini juga membahas tentang :
- fungsi pajak
- sistem pemungutan pajak
- pengertian pajak penghasilan
- contoh pajak
- pengertian pajak menurut para ahli
- ciri ciri pajak
- apa yang dimaksud dengan ppn
- apa itu ppn
- karakteristik ppn
- definisi ppn
- ppn masukan adalah
- apa itu ppn masukan
- ppn masukan dan keluaran
- ppn untuk jasa
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri, baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa. Oleh karena itu, atas barang yang tidak di didalam daerah pabean (diekspor), dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). Sebaliknya, atas impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi dalam negeri. Sesuai dengan pertimbangan keadaan ekonomi, sosial, budaya, tidak semua jenis barang dan jasa yang dikenakan pajak. (Waluyo dan Wirawan Ilyas, 2000:263)
Dasar Hukum Pajak pertambahan Nilai
Dasar hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. (Waluyo, 2003:274).
Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai di kenakan atas:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf f) Barang Kena pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak dan barang yang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. (Waluyo, 2003:278). Sedangkan yang termasuk barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
- Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya.
- Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah tangga, warung dan sejenisnya.
- Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 2000, Pasal 1)
- Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak .
- Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak yang tidak berwujud.
- Penyerahan dilakukan di Daerah Pabean, dan
- Penyerahan dilakukan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak
Pajak terjadi pada saat impor barang. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jendral Bea Cukai. Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak tersebut pada butir 1, maka siapapun yang memasukan Barang Kena Pajak kedalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.Demikian juga atas impor barang kena Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari pungutan bea masuk, Pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf b)
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf c)
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.
- Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
- Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usahaa atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, atau terhadap jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dikenakan pajak menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf e)
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Atas penyerahan barang Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean dikenakan pajak menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak adalah Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. ( Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf f)
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pribadi atau badan.Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 C Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000 dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain yang batasan tata caranya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual belikan. Sesuai dengan ketentuan pasal 16 D Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2000 dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Baca juga : Pengertian Indeks Harga Saham Gabungan
Sifat-sifat Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai mempunyai beberapa sifat Pemungutan, yaitu:
1. Pajak Pertambahan Nilai sebagai Objektif
Artinya, pungutan Pajak Pertambahan Nilai ini mendasarkan objeknya tanpa memperhatikan diri Wajib Pajak.
2. Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak tidak Langsung
Sifat ini menjelaskan bahwa secara ekonomis beban Pajak Pertambahan Nilai dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada penanggung jawab (pemikul beban).
3. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Multi Stage Tax
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi dari pabrikan, pedagang besar, sampai dengan pengecer.
4. Pajak Pertambahan Nilai dipungut dengan menggunakan alat bukti faktur pajak
Credit method sebagai metode yang digunakan dengan konsekuensi Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Pajak Pertambahan Nilai bersifat netral
Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) faktor:
- Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumsi barang atau Jasa.
- Pajak Pertambahan Nilai dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan.
7. Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan Atas Konsumsi dalam negeri.
Tipe Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Memperhatikan tipe pemungutan atau perlakuan perolehan barang modal, dapat diklarifikasikan dalam:
1. Consumption Type Value Added Tax
Pada tipe ini semua pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk barang modal dikurangkan dari nilai tambahnya sehingga memberikan sifat netral Pajak Pertambahan Nilai atas pola produksi.
2. Net Income Type Value Added Tax
Pada tipe ini tidak dimungkinkan adanya pengurangan pembelian barang modal dari dasar pengenaan. Pengurangan tersebut diperkenankan hanya sebesar penyusutan yang ditentukan pada saat menghitung Net Income dalam rangka penghitungan PPh. Cara ini berakibat pengenaan Pajak dua kali atas barang.
3. Gross Product Type Value Added Tax
Tipe ini menyatakan bahwa pembelian barang modal tidak diperkenankan sama sekali untuk dikurangkan dari dasar pengenaan pajak. Akibatnya sama saja yaitu barang modal dikenakan pajak dua kali pada saat pembelian dan dilakukan melalui hasil produksi yang dijual pada konsumen.
Prinsip Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Dari mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, terdapat 2 (dua) prisip pemungutan, yaitu:
1. Prinsip Tempat Tujuan (destination)
Pada prinsip ini bahwa Pajak Pertambahan Nilai dipungut ditempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi.
2. Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)
Pada prinsip ini tempat asal diartikan Pajak Pertambahan Nilai dipungut ditempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi.
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Badan-badan tertentu dan bendaharawan yang ditunjuk untuk memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak adalah:
- Kantor Bendaharawan Pemerintah.
- Bendaharawan Pemerintah Pusat dan daerah baik tingkat I maupun Tingkat II
- Pertamina.
- Kontraktor bagi hasil dan Kontrak Karya dibidang Minyak dan Gas Bumi dan pertambangan umum lainnya.
- Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah.
0 Response to "Pengertian Pajak, Fungsi, Sifat, Tipe, dan Prinsip Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai"
Posting Komentar