Menerapkan Etika Bisnis Pemasaran Dalam Islam

Menerapkan Pemasaran Dalam Islam

Menerapkan Pemasaran Dalam Islam

Beberapa pendapat tentang ekonomi islam tentang etika bisnis Pada dasarnya juga memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk membuat aturan main sesuai dengan kreatifitas, tingkat keilmuan, situasi dan kondisi. Hal ini adalah bagian dari urusan dunia yang terus bertambah dan berkembang inilah hal yang dimaksud Nabi SAW dengan ucapannya “kamu lebih tahu tentang urusan duniamu”

Ekonomi islam sangat menganjurkan dilaksanakanya aktifitas produksi dan mengembangkannya, baik segi kuantitas maupun kualitas dengan kata lain bahwa dalam islam juga terdapat penjelasan tentang bagaimana menciptakan produk yang diperlukan oleh manusia sehingga mendatangkan kebaikan bagi manusia. Selain itu juga banyak teori islam yang menulis tentang  kepada distribusi harta secara adil dan merata.

Pada dasarnya agama islam lebih memfokuskan tujuan daripada sarana misalnya islam mengajak manusia untuk berjihad, namun Islam tidak menetapkan sarana untuk melaksanakan jihad itu. Islam juga menganjurkan bercocok tanam, tetapi tidak membatasinya dengan sarana dan alat-alat tertentu karena sarana itu bergantung pada hasil karya dan spesialisasi manusia (Qardhawi, 1997: 98).

Secara singkat bahwa penciptaan produk sampai pendistribusian produk juga sudah lama dikenal dalam etika bisnis islami untuk lebih jelasnya dapat kita uraikan di bawah ini :

a.    Penciptaan produk.
Dalam prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim adalah berpegang pada semua yang dihalalkan Allah dan tidak melewati batas. Dalam pernyataan tersebut jelas bahwa seorang muslim tidak boleh menanam apa-apa yang diharamkan oleh agama dan membahayakan umat. Selain itu jika manusia memproduksi barang yang dilarang beredar maka ia turut berdosa, jika orang yang memanfaatkan barang yang dilarang beredar ini berjumlah ribuan atau jutaan, maka ia mendapat dosa dari mereka, karena ia memudahkan jalan untuk berbuat dosa.

Dalam hadist sahih kita temukan alasan ungkapan diatas yang artinya : “Barang siapa dalam islam melestarikan tradisi yang buruk maha baginya dosa dan dosa orang-orang yang melaksanakan, sesudahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun”

Syariat juga tidak membenarkan pembuatan segala komoditi yang hanya bisa digunakan untuk hal yang diharamkan atau mayoritas barang itu digunakan untuk berbuat dosa walaupun sebagian kecil komoditi tersebut dapat digunakan untuk hal-hal yang diperoleh sebab sebagian kecil dan hal yang jarang ini tidak bisa dijadikan pijakan bagi suatu hukum. produk yang dilarang keras beredar ialah produk yang merusak akidah, etika dan moral manusia. Seperti produk yang berhubungan dengan pornografi dan sadisme, baik dalam opera, film dan musik. Juga apa saja yang berhubungan dengan media informasi, baik media cetak ataupun media televisi. Produk yang lain ialah produk yang mengandung unsur penipuan, mengurangi timbangan, riba serta hal-hal yang dapat merugikan masyarakat. semuanya itu dilarang dan diharamkan(Qardhawi; 1997: 117)

b.    Penetapan harga.
Sebagian orang beralasan bahwa dalam islam, Negara tidak boleh campur tangan dalam masalah ekonomi dengan memaksakan norma dan etika atau menghukum mereka bila melanggarnya.
Alasan mereka adalah hadits yang diriwayatkan oleh Annas : “orang-orang berkata” : ya rosulullah, harga melonjak tinggi, maka tentukan harga bagi kami. “Rosulullah menjawab” Allah yang menentukan harga yang mahapenahan, yang maha pelepas dan maha pemberi rizki. dan aku berharap semoga ketika aku bertemu Allah dan tidak ada seorang pun yang menuntut aku dengan satu kedzaliman dalam masalah harta dan darah.
Hadits ini hanya menunjukkan kepada kita bahwa peran pemerintah adalah melepaskan harga pasar sesuai dengan situasi dan kondisi, pemerintah tidak dibenarkan memihak, baik kepada pembeli ( dengan memaksakan harga terhadap penjual ) atau berpihak kepada penjual (dengan menetapkan harga yang tidak terjangkau oleh pembeli). Menurut Nabi, sikap ini adalah suatu tindakan tercela sehinga beliau tidak mau melakukannya agar saat bertemu dengan Allah, beliau tidak membawa beban tuntutan itu.

Logika jika seseorang menentukan harga suatu barang sedangkan pemiliknya tidak ridho, maka tindakan ini bertentangan dengan keadilan penjelasan ini merupakan pendapat dari mazhab jumhur ulama.
Pendapat lain menurut Asysyaukani, “manusia bebas menentukan harga. Sedangkan Ibnu Tamiyah menggabungkan dua pendapat itu bahwa penentuan harga mempunyai dua bentuk. “Tas’ir ada yang zalim, itulah yang dilarang dan diharamkan dan ada yang adil, itulah yang diperbolehkan “ katanya di buku Al-hisbah.

Namun jika penentuan harga itu menimbulkan suatu keadilan bagi seluruh masyarakat, maka hal ini diperbolehkan dan diwajibkan untuk diterapkan.
Ada sejumlah dalil untuk menguatkan dalil pertama yang diriwayatkan anas tersebut. Jika pedagang menjual barang dan banyaknya permintaan ( sesuai dengan hukum jual beli ) maka hal ini kita kembalikan kepada Allah.

Dalil kedua, jika pedagang menahan suatu barang sementara pembeli membutuhkanya dengan maksud agar pembeli mau membelinya dengan harga dua kali lipat   dari harga yang pertama. Dengan demikian penetapan harga ialah wajib dilakukan agar pedagang menjual dengan harga yang sesuai demi tegaknya keadilan sebagaimana diminta oleh Allah (Qardhawi,1997:256)

c.    Promosi
Sistem perdagangan yang dilakukan oleh orang islam, promosi dilakukan dengan cara langsung dimana dengan melakukan promosi mereka juga melakukan penjualan hal ini dilakuakan tidak hanya di daerahnya saja tetapi mereka membawa produk yang akan dijual kenegara Arab lain untuk itu dalam etika bisnis islam promosi juga sudah dikenal yaitu dengan melakukan promosi langsung ke pasar dari Negara lain. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh bukhari dengan pernyataan sebagai : “Alloh memberikan rahmatnya pada setiap orang yang bersikap baik ketika menjual, memberikan dan membuat suatu pernyataan” hadist tersebut mengajarkan nilai moral kepada kita dalam urusan perdagangan kepad penjual, pembeli dan kepada kita yang menyampaikan memperkenalkan produk kepada calon pembeli ( Rahman, 1992: 88)

d.    Distribusi
Pendekatan terhadap etika ini berkisar pada suatu nilai tunggal keadilan islam juga mengajar bagaimana Distribusi ini dilakukan diantaranya adalah :
  1. Setiap orang mendapatkan pembagian yang sama.
  2. Setiap orang mendapatkan bagian sesuai kebutuhan masing-masing.
  3. Setiap orang mendapat bagian sesuai kontribusi sosial masing-masing.
  4. Setiap orang mendapat bagian sesuai jasanya
Islam mendukung prinsip keadilan, kaum muslim yang berkedudukan sebagai pemimpin diharapkan untuk bertindak adil terhadap pengikut atau bawahannya ( Rahman, 1992: 84)

Loyalitas Pelanggan Dalam Islam

Loyalitas seorang pelanggan sangat tergantung pada produsen, karena produsen merupakan fungsi untuk menciptakan barang atau jasa yang bertujuan untuk membentuk nilai tambah ( value added ).

Adapun konsumen merupakan stake holder yang hakiki dalam bisnis moderen. Bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya konsumen yang menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen. Slogan “The Customer Is King”. Bukan hanya bermaksud menarik sebanyak mungkin konsumen, melainkan mengungkapkan tugas pokok produsen atau penyedia jasa untuk mengupayakan kepuasan konsumen. Untuk mendapatkan kepuasan dari konsumen atas produk atau jasa yang dihasilkan merupakan tanggung jawab dari penyedia produk atau jasa, produsen dalam mendayagunakan dan mengembangkan harta bendanya melalui komoditas produk-produknya harus dilakukan dalam kebaikan atau jalan yang tidak menyebabkan kebinasaan diri sendiri dan orang lain.

Pembeli atau konsumen seharusnya menerima barang dalam kondisi baik dan harga yang wajar. Mereka juga harus diberitahu bila terdapat kekurangan-kekurangan pada suatu barang. Islam melarang paktek-praktek di bawah ini ketika berhubungan dengan konsumen atau pembeli :

a.    Penggunaan alat ukur atau timbangan yang tidak tepat. Dalam kisah nabi Syu’ayb, Allah SWT berfirman:
أَ وْ فُوااْلكَيْلَ وَلَ تَكُوْ نُوُا مِبَ اْلْمُخْسِرِ يْنَ. وَزِنُوْابِالْقِسِطَا سِ اْلمُسْتَقِيْمِ.
وَلاَ تَبْخَسُو االنَّا سَ اَشْيَاءَهُمْ وَلاَ تَعْثَوْافِ اْلاَرْضِمُفْسِدِيْنَ.
“sempurnakanlah takaran dan jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya (Q.S.Asy-Syu’ara 26:181-183)
Para pengusaha muslim tidak dapat menuntut kejujuran orang lain bila ia sendiri tidak jujur. Dengan kata lain aturan moral islam berlaku kepada siapapun secara menyeluruh.

b.    Penimbunan dan manipulasi harga
Di dalam islam system pasar bersifat bebas dan diperbolehkan menanggapi penawaran dan permintaan, namun demikian dalam islam tidak mentoleransi adanya campurtangan dalam system pasar melalui praktik penimbunan atau bentuk manipulasi harga lain (Qardhawi,1997:188)
.
c.    Penjualan barang palsu atau rusak.
Islam melarang semua bentuk transaksi curang, baik dalam pembelian maupun penjualan pengusaha muslim harus senantiasa jujur setiap saat.
Jika dalam bisnis islam dapat menghilangkan praktek tersebut pelaku bisnis dapat mengerti apa yang sebenarnya konsumen itu kehendaki, memberikan pelayanan baik terhadap masyarakat tentunya hal ini akan memberikan kepercayaan mereka pada pelaku bisnis sehingga dalam porsi tersebut loyalitas konsumen akan terbentuk.

0 Response to "Menerapkan Etika Bisnis Pemasaran Dalam Islam"

Posting Komentar