Produk-Produk Lembaga Keuangan Syariah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Istilah BMT sebenarnya dapat dipilah sebagai Baitul Maal (BM) dan Baitul Tamwil (BT). Menurut fungsinya, BM bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) sebagai bagian yang menitikberatkan pada aspek sosial. Sementara, BT merupakan lembaga komersial dengan pendanaan dari pihak ke tiga, bisa berupa pinjaman atau investasi.(Hertanto Widodo, Ak., dkk,1999:36) Arti kata Baitul Tamwil (BT) dari sudut etimologi adalah tempat pengembangan harta/kekayaan. Dari sudut ekonomi Baitul Tamwil (BT) adalah Lembaga Keuangan Islam yang usaha pokoknya menghimpun dana dari pihak lain (anggota/deposan) dan menyalurkannya kepada yang memerlukan melalui pembiayaan (kredit/pinjaman) untuk usaha produktif dan investasi dengan sistem syariah. (Brosur Lembaga Keuangan Islam BTM Ta’awun Banjarmasin).
Adapun produk-produk Lembaga Keuangan Syariah BMT adalah sebagai berikut:
Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah salah satu jenis pembiayaan untuk usaha atau proyek (dapat disejajarkan dengan instrumen pembiayaan obligasi / quasi equity seperti obligasi konversi). Pengusaha proyek adalah pemegang amanah terhadap modal yang diterima dari pemilik modal (venture capital company) di mana modal merupakan titipan/amanah dalam konsep wadiah yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan. Pengusaha saat melakukan proyek yang berkaitan dengan Al Mudharabah adalah wakil pemilik modal, dan jika pengusaha memperoleh keuntungan maka pengusaha bertindak sebagai rekan pemilik modal, sehingga keuntungan tersebut harus dibagikan sesuai dengan prinsip musyarakah yang mengharuskan adanya bagi hasil yang adil antara rekan perkongsian. Bagi hasil keuntungan ini dengan Nisbah (profit sharing ratio / perbandingan, misalnya 66% : 33% untuk pemilik modal : pengusaha) ditentukan pada kesepakatan/perjanjian awal. Modal disediakan seluruhnya oleh pemilik modal sampai suatu masa tertentu di mana modal tersebut dikembalikan secara utuh.
Al Mudharabah ini sering disebut trust financing yang hanya diberikan kepada pengusaha yang sudah teruji memegang amanah dengan baik, sehingga jika terjadi satu dan lain hal yang merugikan kedua belah pihak, hal itu tidak disebabkan oleh kesalahan pengelolaan si pengusaha sehingga risiko dapat ditanggung bersama secara adil. Dalam pembiayaan syariah, mudharabah mempunyai implementasi spesifik dalam bentuk quasi equity seperti obligasi konversi. Obligasi / Quasi equity dalam pasar modal syariah adalah suatu kontrak hutang yang tertulis, berjangka panjang, untuk membayar kembali seluruh nilai hutang pada tanggal tertentu dan membayar sejumlah keuntungan secara periodik menurut aqad atau suatu bukti penyertaan dana dalam jangka panjang (seperti modal) tetapi dapat ditarik kembali sesuai aqad. (Muhammad Gunawan Yasni, SE Ak., MM : 2004).
Mudharabah adalah akad yang dilakukan antara pemilik modal dengan mudharib (pengelola), dimana keuntungan disepakati diawal untuk dibagi bersama dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Mudharabah muqayyadah adalah jika shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib mengenai tempat, cara, dan objek investasi. Mudharib dapat diperintahkan untuk : tidak mencampurkan dana shahibul maal dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan atau mengharuskan mudharib untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. (Wiroso, 2002:89).
Contoh Perhitungan Praktis Pembiayaan Mudharabah
Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, di mana bank bertindak selaku shahibul maal (penyandang dana) dan nasabah selaku mudharib (pengelola). Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan. Misalnya, dari modal Rp30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp5.000.000,00 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp2.000.000,00. Selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank. (Muhammad Gunawan Yasni, SE Ak., MM : 2004).
Pembiayaan Murabahah / Bai’ Bitsaman Ajil
Al Murabahah / BBA adalah pembiayaan untuk jual beli barang investasi atau bahan baku dimodal kerja (merupakan konsep penyederhanaan instrumen bagi hasil ke jual beli dengan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga).
Al Murabahah yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjualbelikan tersebut diserahkan segera, sedang harga (pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar dikemudian hari secara sekaligus (lump sum deferred payment).
Bai’ Bitsaman Ajil yaitu kontrak murabahah dimana barang yang diper-jualbelikan tersebut diserahkan dengan segera, sedangkan harga barang tesebut dibayar dikemudian hari secara angsuran (Installment Defered Payment).
Murabahah / BBA adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalkan pihak venture capital company bernegosiasi dengan entitas usaha yang ingin membeli barang investasi dalam bentuk mesin, maka entitas usaha tersebut memesan kepada venture capital company untuk membeli mesin tersebut dari suatu produsen dengan kesepakatan/perjanjian bahwa entitas usaha akan membeli mesin tersebut dari venture capital company setelah mesin tersebut dimiliki oleh venture capital company dengan harga dan keuntungan yang pantas bagi venture capital company setelah memperhitungkan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga. Perhitungan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga dilakukan karena adanya tenggang waktu antara pengadaan dan pelunasan mesin yang dibiayai venture capital company. Instrumen pembiayaan ini, jika dibuat revolving, bisa juga diaplikasikan untuk pengadaan pupuk bagi pertanian ataupun bahan baku tertentu bagi pabrikan.
Murabahah/BBA As-Salam adalah pembiayaan untuk jual beli dibayar di depan produk-produk pertanian teridentifikasi dengan jelas bentuk, ukuran, kualitas dan kuantitasnya (merupakan konsep penyederhanaan instrumen bagi hasil ke jual beli dengan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga).
Salam adalah proses jual beli di mana pembayaran dilakukan secara advance manakala penyerahan barang dilakukan kemudian. Yang harus ditekankan adalah bahwa pembayaran di muka ini harus diikuti dengan spesifikasi produk pertanian yang mutu (grade) serta jumlah (berat) sesuai dengan kesepakatan/perjanjian, bukan seperti ijon yang spesifikasinya bukan terkait langsung dengan produk tapi luas lahan produk di mana produk ditanam. Venture capital company dapat melakukan parallel salam untuk memperoleh keuntungan jual beli produk-produk pertanian. Misalkan venture capital company memberi permodalan kepada petani coklat sejumlah 2 M dengan kesepakatan/perjanjian bahwa petani coklat akan menyerahkan hasil coklatnya dengan mutu tertentu dan berat tertentu pada saat panen dan venture capital company juga melakukan kesepakatan/perjanjian menjual kepada satu pemakai produk coklat dengan harga yang menguntungkan. Petani coklat wajib menyerahkan produk coklat dengan spesifikasi produk dan waktu sesuai kesepakatan/perjanjian awal. (Muhammad Gunawan Yasni, SE Ak., MM : 2004).
Murabahah adalah jual beli dimana harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli.
Aplikasi dalam lembaga keuangan : pada sisi asset, murabahah adalah dilakukan antara nasabah sebagai pembeli dan bank sebagai penjual, dengan harga dan keuntungan disepakati di awal. Pada sisi liabilitas, murabahah diterapkan untuk deposito, yang dananya dikhususkan untuk pembiayaan murabahah saja.
Bai’ Salam adalah jual beli yang dilakukan dimana pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang telah di sebutkan spesifikasinya dan diantarkan kemudian.
Aplikasi dalam lembaga keuangan : biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian jangka pendek. Dalam hal ini lembaga keuangan bertindak sebagai pembeli produk dam memberikan uangnya lebih dulu, sedangkan para nasabah menggunakannya sebagai modal untuk mengelola pertaniannya. Karena pengantarannya berupa produk pertanian, biasanya lembaga keuangan melakukan parallel salam, yaitu mencari pembeli kedua sebelum saat panen tiba. Istishna adalah jual beli yang dilakukan dimana penjual membuat barang yang dipesan pembeli dengan modal sendiri.
Aplikasi dalam lembaga keuangan: lembaga keuangan bertindak sebagai penjual (mustashni ke-1) kepada bahir (pemilik proyek, pembeli) dan mensubkannya kepada kontraktor (mustashni ke-2). (Zainul Arifin, 1999 : 200).
Murabahah adalah jual beli suatu barang dengan pembayaran ditangguhkan. Maksudnya, pembeli baru membayar pada waktu jatuh tempo dengan harga jual sebesar keuntungan yang disepakati.
Bai’ Bitsaman Ajil adalah jual beli barang dengan pembayaran cicilan. Harga jual adalah harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati. (Hertanto Widodo, Ak. M. Asmeldi Firman, Ak. Dwi Hariyadi, Ak. Rimon Domiyandra, Ak. 1999:49).
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedang harga beli harus diberitahukan. Potongan dari pemasok merupakan hak pembeli. (Wiroso, 2002:53).
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera sebelum muslam fiih diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. (Wiroso, 2002:73).
Istishna adalah setiap proses pembuatan barang, contoh : membuat rumah, kapal, jalan dan lain-lain. Merupakan kontrak penjualan antara al-mustashni’ (pembeli akhir) dan as-shani’ (pemasok). Pembeli menugasi produsen untuk menyediakan as-mashnu (barang pesanan), sesuai spesifkasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. (Wiroso, 2002:141).
Contoh Perhitungan Praktis Pembiayaan Murabahah.
Al-Murabahah
Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang ke bank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin mendapat keuntungan Rp800.000,00 selama satu tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp4.800.000,00. Nasabah akan membayar pada saat jatuh tempo secara sekaligus sebesar Rp 4.800.000,00.
Bai’ Bitsaman Ajil
Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang ke bank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin mendapat keuntungan Rp800.000,00 selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp4.800.000,00. Nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp200.000,00 per bulan.
Bai’ as-Salam
Seorang petani memerlukan dana sekitar 2 juta rupiah untuk mengolah sawahnya seluas satu hektar. Ia datang ke bank dan mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank melakukan akad bai’ as-salam dengan petani, di mana bank akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari petani untuk jangka waktu empat bulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp2.000.000,00. Pada saat jatuh tempo, petani harus menyetorkan gabah yang dimaksud kepada bank. Jika bank tidak membutuhkan gabah untuk “keperluannya sendiri”, bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau meminta petani mencarikan pembelinya dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rp1.200,00 per kilogram. Dengan demikian, keuntungan bank dalam hal ini adalah Rp400.000 atau (Rp 200 x 2000 kg).
Baca juga : Manfaat dan Resiko Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah
Bai’ al-Istishna’
Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu dengan cara bai’ al-istishna’. Dalam akad bai’ al-istishna’, bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan/renovasi rumah. Bank lalu membeli/memberikan dana, misalnya Rp 30.000.000,00 secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam rumah/atau hasil renovasi rumah itu masih menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istishna’ sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut, bank menjualnya kepada nasabah dengan harga dan waktu yang disepakati, misalnya Rp 39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian, bank mendapat keuntungan Rp9.000.000,00. (Muhammad Gunawan Yasni, SE Ak., MM : 2004).
Tabungan Wadiah
Bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa titipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali, berikut kemungkinan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip Wadiah. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk mempergunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu, dan bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, tetapi bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut dari waktu ke waktu. (Zainul Arifin, 1999 : 33)
Wadi’ah adalah perjanjian antara pemilik barang dengan pihak yang akan menyimpan barang dengan tujuan menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Barang dimaksudkan bisa berupa uang, harta, dokumen, surat berharga dan lainnya. Barang tersebut harus dikembalikan kapan saja si penyimpan (pemilik) menghendakinya.
Wadi’ah yad al-amanah adalah titipan murni. Maksudnya pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan. Sebagai imbalan atas pemeliharaan barang titipan tersebut, pihak yang menerima titipan dapat meminta biaya penitipan.
Wadi’ah yad al-dhamanah adalah titipan yang mengandung pengertian bahwa penerima titipan diperbolehkan memanfaatkan dan berhak mendapatkan keuntungan dari barang titipan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan barang titipan itu dapat diberikan sebagian kepada pihak yang menitipkan, dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya. Namun demikian, penerima titipan harus bertanggung jawab atas barang titipan bila terjadi kerusakan atau kehilangan. (Hertanto Widodo, Ak. M. Asmeldi Firman, Ak. Dwi Hariyadi, Ak. Rimon Domiyandra, Ak. 1999:50).
Wadia’ah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pegembalian dana titipan.
Giro Wadi’ah/Tabungan Wadi’ah adalah bersifat simpanan yang bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan, tidak ada imbalan yang diisyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank. (Wiroso, 2002:146)
Formula-formula Bagi Hasil:
Keterangan Variabel :
C1 = Saldo rata-rata tabungan..
C. TOTAL = Total saldo rata-rata tabungan.
D.TOTAL = Pendapatan yang dibagihasilkan.
E1 = Nisbah bagi hasil untuk nasabah penabung.
G1 = Bagihasil yang diterima nasabah.
tanggal 0 = Tanggal awal.
tanggal 1 = Tanggal berikutnya.
tanggal(n-1) = Tanggal awal.
tanggal(n) = Tanggal berikutnya.
Contoh Perhitungan Praktis Tabungan Wadiah
Saldo rata-rata tabungan tuan Muhammad di Bank Syariah sebesar Rp. 1.000.000. Diasumsikan total saldo rata-rata dana tabungan Rp. 100.000.000, dan distribusi pendapatan dibagihasilkan Rp. 1.700.000, dengan nisbah bagi hasil 55% : 45% untuk Bank Syariah : Nasabah, maka pada akhir bulan nasabah akan memperoleh :
0 Response to "Produk-Produk Lembaga Keuangan Syariah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)"
Posting Komentar